Cara Bersyukur Kepada ALLAH
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa cara bersyukur kepada ALLAH
SWT terdiri dari empat komponen.
1. Syukur dengan Hati
Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa
nikmat yang kita peroleh, baik besar, kecil, banyak maupun sedikit semata-mata
karena anugerah dan kemurahan ALLAH.
ALLAH SWT berfirman,
ALLAH SWT berfirman,
Segala nikmat yang ada pada kamu (berasal) dari ALLAH. (QS.
An-Nahl: 53)
Syukur dengan hati dapat mengantar seseorang untuk menerima
anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan, betapa pun
kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini akan melahirkan betapa besarnya kemurahan
da kasih sayang ALLAH sehingga terucap kalimat tsana’ (pujian)
kepada-NYA.
2. Syukur dengan Lisan
Ketika hati seseorang sangat yakin bahwa segala nikmat yang ia
peroleh bersumber dari ALLAH, spontan ia akan mengucapkan “Alhamdulillah” (segala
puji bagi ALLAH). Karenanya, apabila ia memperoleh nikmat dari seseorang,
lisannya tetap memuji ALLAH. Sebab ia yakin dan sadar bahwa orang tersebut
hanyalah perantara yang ALLAH kehendaki untuk “menyampaikan” nikmat itu
kepadanya.
Al pada kalimat Alhamdulillah berfungsi sebagi istighraq,
yang mengandung arti keseluruhan. Sehingga kata alhamdulillah mengandung arti
bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah ALLAH SWT, bahkan seluruh
pujian harus tertuju dan bermuara kepada-NYA.
Oleh karena itu, kita harus mengembalikan segala pujian kepada
ALLAH. Pada saat kita memuji seseorang karena kebaikannya, hakikat pujian
tersebut harus ditujukan kepada ALLAH SWT. Sebab, ALLAH adalah Pemilik Segala
Kebaikan.
3. Syukur dengan Perbuatan
Syukur dengan perbuatan mengandung arti bahwa segala nikmat dan
kebaikan yang kita terima harus dipergunakan di jalan yang diridhoi-NYA.
Misalnya untuk beribadah kepada ALLAH, membantu orang lain dari kesulitan, dan
perbuatan baik lainnya. Nikmat ALLAH harus kita pergunakan secara proporsional
dan tidak berlebihan untuk berbuat kebaikan.
Rasulullah saw menjelaskan bahwa ALLAH sangat senang melihat
nikmat yang diberikan kepada hamba-NYA itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Rasulullah saw bersabda,
Sesungguhnya ALLAH senang melihat atsar (bekas/wujud) nikmat-NYA
pada hamba-NYA. (HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Amr)
Maksud dari hadits di atas adalah bahwa ALLAH menyukai hamba
yang menampakkan dan mengakui segala nikmat yang dianugerahkan kepadanya.
Misalnya, orang yang kaya hendaknya menampakkan hartanya untuk zakat, sedekah
dan sejenisnya. Orang yang berilmu menampakkan ilmunya dengan mengajarkannya
kepada sesama manusia, memberi nasihat dsb. Maksud menampakkan di sini bukanlah
pamer, namun sebagai wujud syukur yang didasaari karena-NYA. ALLAH SWT
berfirman,
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan
bersyukur). (QS. Adh-Dhuha: 11)
4. Menjaga Nikmat dari Kerusakan
Ketika nikmat dan karunia didapatkan, cobalah untuk dipergunakan
dengan sebaik-baiknya. Setelah itu, usahakan untuk menjaga nikmat itu dari
kerusakan. Misalnya, ketika kita dianugerahi nikmat kesehatan, kewajiban kita
adalah menjaga tubuh untuk tetap sehat dan bugar agar terhindar dari sakit.
Demikian pula dengan halnya dengan nikmat iman dan Islam. Kita
wajib menjaganya dari “kepunahan” yang disebabkan pengingkaran, pemurtadan dan
lemahnya iman. Untuk itu, kita harus senantiasa memupuk iman dan Islam kita dengan
sholat, membaca Al-Qur’an, menghadiri majelis-majelis taklim, berdzikir dan
berdoa. Kita pun harus membentengi diri dari perbuatan yang merusak iman
seperti munafik, ingkar dan kemungkaran. Intinya setiap nikmat yang ALLAH
berikan harus dijaga dengan sebaik-baiknya.
ALLAH SWT menjanjikan akan menambah nikmat jika kita pandai
bersyukur, seperti pada firmannya berikut ini,
La’insyakartum la’aziidannakum wa la’inkafartum ‘inna ‘adzaabii
lasyadiid
(Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-KU), sungguh adzab-KU sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7)
(Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-KU), sungguh adzab-KU sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7)